Kita semua pasti mempunyai waktu-waktu khusus untuk berdialog dengan Allah. Kita punya kesempatan setiap saat untuk bertemu Allah. Kita ini butuh bercengkrama dengan Allah. Berdialog dengan Allah dapat menentramkan batin.Malang orang yang tak dapat berdialog dengan-Nya. Semestinya kita tak perlu bersedih dan berduka yang berlebihan menghadapi liku-liku kehidupan. Perubahan pasti terjadi, karena Dialah yang menggariskannya. Allah telah menyediakan waktu-waktu khusus untuk kita bisa berdialog, berdoa, memohon, mengadu, memuji kepada Allah Zat Yang Maha Agung dan Maha Besar. Sehingga tak perlu mengeluh kepada orang terdekat kita. Cukup Allah saja tempat bergantung kita. Hingga dada kita lega menghadapi kesulitan hidup dan langkah kita mantap ringan melangkah menyusuri hidup menggapai rahmat Allah di dunia dan di akhirat nanti.
Saat banyak orang tenggelam nyenyak dalam tidurnya, dia sucikan diri, dia gelar sajadah, kemudian dia tegakkan shalat berdialog dengan-Nya. Di bacanya ayat-ayat-Nya dengan khusyu’ dan khidmat. Terasa begitu dalam kebahagaan, ketenangan, dan kedamaian menyelinap di dasar hati saat berdialog dengan Allah. Bersimbah air mata ketika merenungi kekhilafan diri. Jikalau seseorang membaca al-qur’an sesungguhnya dia telah berdialog dengan Allah. Demikian pula, ketika hamba khusyu’ dalam shalatnya, sejatinya dia telah berdialog dengan Allah. Karena itu, Allah tak akan menerima shalat orang yang lalai dan akan menerima shalat orang yang khusyu’. Seakan-akan dia berhadapan dengan Allah sedang berdialog dengan-Nya.
Sejatinya ada dialog antara kita dengan Allah saat melakukan shalat. Coba kira renungi bagaimana indahnya dialog dalam bacaan surat al-fatihah! Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman: “Aku telah membagi shalat menjadi dua bagian antara Aku dengan hamba-Ku. Dan hamba-Ku mendapatkan apa yang dia minta.” Jika hamba-Ku berkata: “Alhamdulillahi Rabbil Alamiin”, Allah berfirman:“Hamba-Ku telah memuji-Ku.” Jika ia mengatakan: “Ar Rahmanir Rahiim.” Allah berfirman: “Hamba-Ku memuja-Ku.” Jika ia mengatakan: “Maliki yaumiddin.” Allah berfirman: “Hamba-Ku memulyakan-Ku.” Jika ia mengatakan: “Iyya kana’budu wa iyya ka nasta’in.” Allah berfirman: “Inilah bagian-Ku dari hamba-Ku, dan bagi hamba-Kumaka ia akan memperoleh yang ia minta.” Jika is berkata: “Ihdinash shiratal mustaqim, shiratal ladziina a’amta alaihim ghairil maghduubi alaihim wala dhalliin.” Allah berfirman: “Ini bagian untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (Shahih Muslim, Kitabus Shalat).
Kebahagiaan sungguh terasa sekali karena memang benar-benar terjadi dialog antara kita dengan Allah Yang Maha Agung. Tiap ucapan hamba didengar dan dijawab oleh-Nya. Penelusuran terhadap perubahan huruf dan makna kalimat yang kita baca saat shalat menjadi sebab kekhusu’an kita. Insyaallah dengan kekhusyu’an itulah Allah berkenan menerima shalat kita. Dan tidak diterima dari shalat kita, kecuali apa yang kita pahami dari shalat itu. Konsentrasi dan menghadirkan hati saat shalat maupun munajat kepada Allah adalah syarat dikabulkannya permohonan kita. Karena Allah tidak akan menerima orang yang berdoa sedangkan hatinya lalai. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima do’a dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi).
Shalat adalah media yang menghubungkan hamba dengan sang Khaliq. Tubuh ada di bumi, tetapi hati dan pikiran disimpuhkan kehadirat Allah SWT. Zat Yang Maha Mulia, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Shalat ditegakkan antara jasad dan ruh berdialog langsung dengan-Nya. Orang tidak mendirikan shalat semat-mata dalam rangka menjalankan kewajiban, melainkan orang mendirikan shalat karena hajat dan kebutuhannya kepada Allah. Orang butuh berbicara, munajat, mengadu, menyalurkan isi hati, menyampaikan kesulitan yang dia alami semasa hidup di dunia ini kepada Allah SWT.
Lihatlah bagaiman jawaban Hatim A’sham ketika dia ditanya, “Bagaimana anda bisa khusyu’ dalam shalatmu?” Ia mengatakan: “Aku khusyu’ dalam shalat dengancara aku berdiri lalu bertakbir, lalu berfikir seolah-olah ka’bah ada di hadapanku, bahwa jembatan shirat ada di bawahku kakiku, bahwa surga ada ada di sisi kananku, dan neraka ada di sisi kiriku, bahwa malaikat maut ada di belakangku, bahwa Rasulullah SAW memperhatikan shalatku, dan aku mengira itu adalah shalatku yang terakhir. Lalu aku bertakbir dengan pengagungan kepada Allah. Aku membaca ayat al-qur’an dengan penuh penghayatan. Aku rukuk dan sujud dengan penuh ketundukan, dan aku jadikan dalam shalatku takut kepada Allah dan berharap kepada rahmat-Nya. Hingga aku mengucapkan salam. Lalu aku berkata dalam hati, apakah shalatku ini diterima ya Allah?”. (Muhammad Nursani, h.154).
Tunaikan shalat dengan memperhatikan apa yang kamu baca dan tidak meninggikan suara, karena shalat sejatinya berdialog dengan-Nya. Oleh karena itu, ajak diri selalu berdialog dengan Allah dengan khusyu’ pada setiap kali kita beribadah kepada-Nya. Ini adalah kesempatan yang istimewa dapat bersama Allah SWT. Menyadari akan terjadinya dialog antara kita dengan Allah, menambah kemantapan beribadah dan melahirkan ketentraman batin. Jadikan, hidup yang sekali ini untuk mendapatkan jawaban dari keridhaan-Nya. Teruslah berinteraksi dengan Allah baik dalam beribadah atau beramal shaleh dengan sesama.
Ajak diri untuk berdoa…….
Ya Allah Zat Penguasa alam semesta
Engkaulah tujuanku………
Ridha-Mu damabaanku………
Perkenankan hamba mengenal-Mu……..
Dan izinkan hamba mencintai-Mu………
0 comments:
Post a Comment